Selasa, 24 April 2012

Harimau Sumatera tak lagi bertaring

Harimau Sumatera



“Si Belang” nama tokoh yang banyak terdapat di dalam buku cerita binatang ketika saya kecil. Binatang ini dijuluki “Si Belang” seperti itu karena tubuhnya yang belang, memiliki loreng kuning hitam dari mulai kepala hingga ekornya.  Kisah Harimau selalu menjadi kisah yang mampu menggambarkan hewan liar yang perkasa, penguasa hutan, ditakuti oleh semua makhluk hutan lainnya, tak hanya itu manusia pun bergidik dibuatnya. Harimau atau macan punya banyak nama, punya banyak cerita.
Kali ini saya ingin bercerita Harimau asal Sumatera (Panthera tigris sumatrae), disinyalir hewan ini adalah satu-satunya subjenis harimau yang tersisa di tanah air. Kerabat dekatnya yaitu Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan Harimau Bali (Panthera tigris balica) diduga sudah punah akibat kehilangan tempat hidup.

Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya. Belang harimau sumatera lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang. (1)
Dari sisi konservasi harimau, statusnya cukup menarik perhatian. Termasuk jenis yang terancam kepunahan (IUCN), Appendix I (CITES), dan merupakan jenis yang dilindungi dan spesies prioritas menurut Kementerian Kehutanan.
Habitat Harimau Sumatera adalah tipe lokasi yang memiliki ketinggian 0 – 3000 meter dari permukaan laut seperti hutan hujan tropis, hutan primer dan sekunder pada dataran rendah sampai dataran tinggi, selain itu juga banyak harimau ditemui di areal hutan gambut. Harimau Sumatera dapat bertahan hidup dengan daya dukung lingkungan seperti habitat dengan kualitas baik, tutupan hutan yang utuh, terdapat sumber air, dan tersedianya jumlah mangsa yang cukup.
Sampai dengan pertengahan tahun 2005 kawasan hutan yang telah dilakukan studi sebagai habitat penting harimau sumatera, adalah:
Kelompok hutan Sei Senepis-Buluhala di Kota Dumai yang terdapat dalam wilayah TCU (Tiger Conservation Unit) 147
Kawasan Hutan Penyangga Bukit Tigapuluh di Kab.Tanjung Jabung Barat, Kab. Tebo di Propinsi Jambi dan Kab. Indragiri Hilir dan Kab. Kuantan Senggigi di Provinsi Riau.
Sebagian Kelompok Hutan Sungai Kampar (TCU 150) yang terletak di Kab. Pelalawan, Provinsi Riau.
Populasi Harimau Sumatera
Pada tahun 1997 dilakukan kajian terhadap status habitat harimau di Sumatera di 27 lokasi. Tentunya berbanding lurus dengan populasi harimau di alam. Pada tahun 1978 diperkirakan populasi Harimau Sumatera sekitar 1.000 individu. Selang 10 tahun, di tahun 1987, masih sekitar 800 individu. Seiring berjalan waktu, jumlahnya semakin menurun. Tahun 1992, diperkirakan tinggal 400-500 individu. Di tahun 2007, saat menginisiasi action plan untuk konservasi harimau ke-2, tidak ada perubahan data yang signifikan. Diperkirakan masih ada 250-325 populasi Harimau Sumatera di alam di 8 lokasi dari 18 lokasi yang ada.
Sesungguhnya, ada berapa individu harimau di Sumatera? Diperkirakan saat ini populasi harimau di Sumatera sekitar 500 ekor, yang tersebar di kawasan konservasi utama 400 ekor dan di luar kawasan konservasi 100 ekor hidup, yang difokuskan pada 7 kawasan konservasi di Sumatera atau setara dengan 16% luasan habitat yang tersisa di tahun 1992. Dan hingga saat ini tidak ada perkiraan terbaru mengenai jumlah harimau di alam.
Ancaman keberadaan Harimau Sumatera
Menurunnya populasi Harimau Sumatera dari waktu ke waktu disebabkan oleh beberapa faktor. Namun penyebab utamanya adalah kualitas habitat yang menurun akibat konversi hutan, eksploitasi dan perambahan hutan dan penebangan liar. Fragmentasi habitat akibat Perencanaan Tata Guna Lahan dan penggunaan lahan hutan yang kurang memperhatikan aspek-aspek konservasi satwa liar khususnya harimau sumatera. Kematian harimau sumatera secara langsung sebagai akibat dari perburuan untuk kepentingan ekonomi, estetika, pengobatan tradisional, magis, olahraga dan hobi.
Habitat alami harimau sumatera sudah mengalami degradasi dan terfragmentasi menjadi habitat-habitat yang kecil. Demikian populasi harimau yang hidup di dalamnya sudah terpecah menjadi populasi-populasi kecil dan tersebar.
Kondisi seperti ini apabila tidak ditangani secara serius dan intensif dapat dipastikan bahwa populasi harimau sumatera di alam akan menurun secara cepat dan dalam waktu yang tidak lama akan punah seperti yang telah terjadi pada harimau Bali, Kaspia dan harimau Jawa yang sudah dianggap punah.















Kebijakan moratorium yang dicanangkan sejak Mei 2011 lalu oleh Presiden SBY, membawa angin segar bagi upaya perlindungan hutan dan lahan gambut. Namun, saat Tim Mata Harimau melakukan perjalanan sepanjang Sumatera tahun lalu, masih ditemukan adanya perusakan hutan dan pembukaan lahan di lokasi penting habitat Harimau Sumatera. Tim Mata Harimau menyaksikan langsung bagaimana lahan gambut dan hutan alam dihancurkan sehingga membuat Harimau Sumatera tersingkir dari rumahnya sendiri. Saatnya memastikan moratorium bisa efektif dalam memberikan perlindungan menyeluruh terhadap hutan dan lahan gambut Indonesia, dengan cara menelaah kembali izin-izin penebangan hutan yang telah dikeluarkan, dan industri untuk menerapkan kebijakan tanpa perusakan hutan dalam operasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar